Selasa, 31 Mei 2016

ANTENATAL CARE

Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care)

a. Pengertian Antenatal Care (ANC)


Antenatal Care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan yang diberikan oleh bidan atau dokter kepada ibu selama masa kehamilan untuk mengoptimalisasikan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, nifas, persiapan memberikan ASI, dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 1998).
Pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala, yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan (Pedoman Pelayanan Antenatal di Tingkat Pelayanan Dasar, 2004 : 1).
Pengawasan antenatal adalah pengawasan sebelum persalinan terutama untuk ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim (Manuaba, 2002 : 129).
Pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala, yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap kegawatan yang ditemukan (Depkes RI, 2004 : 12).
Pelayanan atau asuhan merupakan cara untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal (Prawirohardjo, 2000 : 89).
Salah satu fungsi terpenting dari perawatan antenatal adalah untuk memberikan saran dan informasi pada seorang wanita mengenai tempat kelahiran yang tepat sesuai dengan kondisi dan status kesehatannya. Perawatan antenatal juga merupakan suatu kesempatan untuk menginformasikan kepada para wanita mengenai tanda – tanda bahaya dan gejala yang memerlukan bantuan segera dari petugas kesehatan (WHO, 2004 : 8).
Pemeriksaan antenatal seyogyanya dimulai segera setelah diperkirakan terjadi kehamilan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dalam beberapa hari setelah terlambat menstruasi, terutama bagi wanita yang menginginkan terminasi kehamilan, tetapi bagi semua wanita secara umum sebaiknya jangan lebih dari saat terlambat menstruasi kedua kali.


b. Tujuan Antenatal Care (ANC)


Tujuan asuhan antenatal adalah:


1) Membantu kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi.
2) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, sosial ibu dan bayi.
3) Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama ibu hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan, dan pembedahan.
4) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
5) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.
6) Mempersiapkan peranan ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bagi bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal (Saifudin, dkk, 2002).


Perawatan antenatal mempunyai tujuan agar kehamilan dan persalinan berakhir dengan:


1. Ibu dalam kondisi selamat selama kehamilan, persalinan dan nifas tanpa trauma fisik maupun mental yang merugikan.
2. Bayi dilahirkan sehat, baik fisik maupun mental.
3. Ibu sanggup merawat dan memberi ASI kepada bayinya.
4. Suami istri telah ada kesiapan dan kesanggupan untuk mengikuti keluarga berencana setelah kelahiran bayinya (Poedji Rochjati, 2003 : 41).


c. Manfaat Antenatal Care (ANC)


Manfaat Antenatal Care (ANC) sangat besar karena dapat mengetahui berbagai resiko dan komplikasi kehamilan sehingga ibu hamil dapat diarahkan untuk melakukan rujukan (Manuaba, 1998).
Pemeriksaan antenatal juga memberikan manfaat bagi ibu dan janin, antara lain:


1) Bagi ibu


a. Mengurangi dan menegakkan secara dini komplikasi kehamilan dan mengobati secara dini komplikasi yang mempengaruhi kehamilan.
b. Mempertahankan dan meningkatkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil dalam menghadapi persalinan.
c. Meningkatkan kesehatan ibu setelah persalinan dan untuk dapat memberikan ASI.
d. Memberikan konseling dalam memilih metode kontrasepsi (Manuaba, 1999).
2) Bagi janin
Manfaat untuk janin adalah memelihara kesehatan ibu sehingga mengurangi persalinan prematur, BBLR, juga meningkatkan kesehatan bayi sebagai titik awal kualitas suber daya manusia (Manuaba, 1999).


d. Standar Minimal Pelayanan Antenatal


Menurut Saifuddin (2002) pelayanan antenatal mencakup banyak hal namun dalam penerapan operasional dikenal standar minimal “7T” yang terdiri dari :


1. Timbang berat badan


Selama kehamilan antara 0,3 – 0,5 kg per minggu. Bila dikaitkan dengan umur kehamilan kenaikan berat badan selama hamil muda ± 1 kg, selanjutnya pada trimester II dan III masing – masing bertambah 5 kg. Pada akhir kehamilan pertambahan berat total adalah 9 – 12 kg. Bila ada kenaikan berat badan yang berlebihan perlu dipikirkan kearah adanya resiko seperti bengkak, kehamilan kembar, hidramnion, dan anak besar (Depkes, 1997).


2. Ukur tekanan darah


Selama hamil tekanan darah dikatakan tinggi bila lebih dari 140/90 mmHg. Bila tekanan darah meningkat, yaitu sistolik 30 mmHg atau lebih dan atau diastolik 15 mmHg atau lebih. Kelainan ini dapat berlanjut menjadi preeklamsia dan eklamsia kalau tidak ditangani dengan tepat (Depkes, 1997).


3. Ukur tinggi fundus uteri


Ukuran tinggi fundus uteri normal adalah sebagai berikut:
12 Minggu : Tinggi fundus uteri 1 – 2 jari diatas symphysis.
16 Minggu : Tinggi fundus uteri pertengahan antara symphysis–pusat.
20 Minggu : Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah pusat.
24 Minggu : Tinggi fundus uteri setinggi pusat.
28 Minggu : Tinggi fundus uteri 3 jari diatas pusat.
32 Minggu : Tinggi fundus uteri pertengahan pusat-Proc.xyphoideus.
36 Minggu : Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah Proc.xyphoideus.
40 Minggu : Tinggi fundus uteri pertengahan antara Proc.xyphoideus-pusat (Mochtar, 1998).


4. Pemberian imunisasi TT


Pemberian TT baru akan menimbulkan efek perlindungan apabila diberikan sekurang-kurangnya dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Kecuali jika sebelumnya ibu pernah mendapat TT dua kali pada kehamilan yang lalu atau pada masa calon pengantin maka TT cukup diberikan satu kali saja. Dosis pemberian imunisasi TT yaitu 0,5 cc IM pada lengan atas. Adapun syarat pemberian imunisasi TT adalah sebagai berikut :
a) Bila ibu belum pernah mendapat imunisasi TT atau meragukan diberikan II sedini mungkin sebanyak dua kali dengan jarak minimal dua minggu.
b) Bila ibu pernah mendapat imunisasi TT dua kali, diberikan suntikan ulang/boster satu kai pada kunjungan antenatal yang pertama (Depkes RI, 1997).


5. Pemberian tablet zat besi


Pada dasarnya pemberian tablet zat besi dimulai dengan pemberian satu tablet sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang.
Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 ug, minimal 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama kopi atau teh karena akan mengganggu penyerapan (Saifuddin, 2002). Sebaiknya tablet besi diminum bersama air putih ataupun air jeruk. Selain itu perlu diberitahukan juga bahwa ada kemungkinan tinja menjadi berwarna hitam setelah ibu minum obat ini, hal tersebut adalah normal (Depkes, 1997).


6. Tes terhadap penyakit menular seksual.


Selama kehamilan, ibu perlu dilakukan tes terhadap penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS, Gonorrhoe, Siphilis. Hal tersebut dikarenakan sangat berpengaruh pada janin yang dikandungnya. Apabila ditemukan penyakit – penyakit menular seksual harus segera ditangani.


7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan


Persiapan rujukan perlu disiapkan karena kematian ibu dan bayi disebabkan keterlambatan dalam mencapai fasilitas pelayanan kesehatan (Saifuddin, 2002). Perlu diingat juga bahwa pelayanan antenatal hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dan tidak dapat dilakukan oleh dukun bayi.
Standar Pelayanan antenatal mencakup banyak hal yakni terdiri dari :


a) Identifikasi ibu hamil


Mengenali dan memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya. Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.


b) Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal


Memberikan pelayanan berkualitas dan deteksi dini komplikasi kehamilan. Bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal.


c) Palpasi Abdominal


Palpasi juga disebut periksa raba. Palpasi guna memperkirakan usia kehamilan, pemantauan pertumbuhan janin, penentuan letak, posisi dan bagian bawah janin palpasi abdomen pada wanita hamil dilakukan mulai umur kehamilan 36 minggu untuk kehamilan normal, dan umur kehamilan 28 minggu bila pada pemeriksaan Mc. Donald ditemukan tinggi fundus uteri lebih tinggi dari seharusnya.
Tinggi fundus uteri dalam sentimeter (cm) yang normal harus sama dengan umur kehamilan dalam minggu yang ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir. Jika hasil pengukuran berbeda 1-2 cm, masih dapat ditoleransi, tetapi jika deviasi lebih kecil 2 cm dari umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin (Mandriwati, 2006 : 84).
Tinggi fundus uteri normal sebagai berikut :
24 minggu : Tinggi fundus uteri setinggi pusat.
28 minggu : Tinggi fundus uteri 3 jari atas pusat
32 minggu : Tinggi fundus uteri pertengahan pusat – processus xyphoideus.
36 minggu :Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah processus xyphoideus.
40 minggu : Tinggi fundus uteri pertengahan antara processus xyphoideus – pusat.


d) Pengelolaan Anemia Pada Kehamilan.


Menemukan anemia pada kehamilan secara dini, dan melakukan tindak lanjut yang memadai untuk mengatasi anemia sebelum persalinan berlangsung. Bidan melakukan tindakan penemuan, penanganan dan atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


e) Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan
Mengenali dan menemukan secara dini hipertensi pada kehamilan dan melakukan tindakan yang diperlakukan. Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenai tanda serta gejala preeklamsia lainnya serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
Akibat yang dapat ditimbulkan dari pemeriksaan kehamilan yang tidak sesuai dengan standar minimal yaitu komplikasi obstetri yang mungkin terjadi selama kehamilan tidak dapat dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai. Komplikasi obstetri itu antara lain : komplikasi obstetri langsung (perdarahan, preeklamsi/eklamsi, kelainan letak, anak besar, kehamilan kembar, ketuban pecah dini), komplikasi obstetri tidak langsung (sakit jantung, hepatitis, tuberkulosa, anemia, diabetes melitus) dan komplikasi yang berhubungan dengan obstetri (cedera akibat keclakaan kendaraan, keracuan, kebakaran).


f. Kunjungan Ibu Hamil
Kunjungan ibu hamil adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan. Kunjungan disini bukan hanya ibu hamil yang datang ke tempat pelayanan tetapi juga setiap kontak dengan tenaga kesehatan dan diberikan pelayanan antenatal sesuai standar baik di Posyandu, Polindes, atau kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan.
Kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya adalah sebanyak empat kali yang dikenal dengan istilah K1, K2, K3, dan K4. Satu kali pada triwulan pertama (sebelum 14 minggu), satu kali pada triwulan kedua (antara 14 – 28 minggu), dan dua kali pada triwulan ketiga (antara minggu 28 – 36 dan sesudah minggu ke 36) (Depkes RI, 2004 : 47).


Adapun uraianya sebagai berikut :


1) K1 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya pada trimester I (sebelum usia kehamilan 12 minggu) dengan jumlah kunjungan minimal satu kali dan mendapatkan pelayanan 7T yaitu timbang berat badan, ukur tekanan darah, imunisasi Tetanus Toxoid, periksa fundu uteri, pemberian tablet tambah darah, tes PMS, dan temu wicara. K1 ini mempunyai peranan penting dalam program kesehatan ibu dan anak yaitu sebagai indikator pemantauan yang dipergunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat (Depkes RI, 2001).


2) K2 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya pada trimester II (usia kehamilan 12 – 28 minggu) dan mendapatkan pelayanan 7T setelah melewati K1.


3) K3 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya pada trimester III (usia kehamilan 28 – 36 minggu) dan mendapatkan pelayanan 7T setelah melewati K1 dan K2.


4) K4 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya pada trimester III (usia kehamilan >36 minggu) dan mendapatkan pelayanan 7T setelah melewati K1, K2, dan K3.


Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 
      Ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499). Bayi lahir rendah mungkin prematur (kurang bulan), mungkin juga cukup bulan (dismatur) (Saifuddin, 2006). 
    Pada tahun 1961, WHO mengganti istilah bayi prematur dengan Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) karena disadari tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir adalah bayi prematur (Winkjosastro, 2006).

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tampa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (Prawirohardjo, 2006).

Bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembanga selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi (Anonim, 2006).

Menurut Badriul (2009) Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram, tanpa memandang usia kehamilan. BBLR dibedakan menjadi dua bagian: pertama BBLR sangat rendah bila berat lahir kurang dari 1500 gram, dan kedua BBLR bila berat lahir antara 1501- 2499 gram.

Etiologi
Menurut Winkjosastro (2006), faktor-faktor yang dapat menyebabkan  terjadinya BBLR, yaitu antara lain:
a.    Faktor Ibu
  1. Hipertensi
  2. Perokok
  3. Gizi buruk
  4. Riwayat kelahiran Prematur sebelumnya
  5. Pendarahan antepartum
  6. Malnutrisi
  7. Hidraminon
  8. Umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
  9. Jarak dua kehamilan yang terlalu dekat
  10. Infeksi dan trauma
b.    Faktor Janin
  1. Kehamilan ganda
  2. Kelainan kromosom
  3. Cacat bawaan
  4. Infeksi dalam kandungan
  5. Hidramnion
  6. Ketuban pecah dini
c.    Keadaan sosial ekonomi yang rendah
d.    Kebiasaan : pekerjaan yang melelahkan, merokok

Bentuk Klinik

Menurut Saifuddin (2006), bentuk klinik dari BBLR adalah:
a.    Bayi berat lahir rendah (BBLR), berat lahir 1500-2500 gram
b.    Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram
c.    Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram

Gambaran klinik
      Tampak luar dan tingkah laku bayi prematur tergantung dari tuanya umur kehamilan. Makin muda umur kehamilan mangkin jelas tanda-tanda immaturitas. Karakteristik untuk bayi prematur adalah berat badan lahir sama dengan atau kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, umur kehamilan kurang dari 37 minggu, kepala relatif lebih besar dari badannya, kulit tipis, lanugonya banyak, lemak subkutan kurang, sering tampak peristaltik usus, tangisnya lemah dan jarang, pernapasan tidak teratur dan sering timbul apnea. Refleks tonik-leher lemah dan refleks moro positif, daya isap lemah, kulit mengkilatdan licin (Winkjosastro, 2006).

Diagnosis
Menurut Mochtar (1998), diagnosis BBLR yaitu:
a.    Sebelum Bayi Lahir
  1. Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus dan  Lahir mati.
  2. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.
  3. Pergerakan janin yang pertama terjadi lebih lambat, gerakan janin lebih lambat walaupun kehamilan sudah angka lanjut.    
  4. Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang seharusnya
  5. Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau bisa pula dengan Hidramnion, hipermisis gravidarum dan pada hamil lanjut dengan pendarahan Antepartum.
b.    Setelah Bayi Lahir
  1. Secara klasik tampak seprti bayi yang kelaparan, tanda-tanda bayi ny tengkorak kepala keras, gerakan bayi terbatas, kulit tipis dan kering.
  2. Bayi prematur yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu jaringan lemak bawah kulit sedikit, tulang tengkorak lunak, mudah bergerak dan menangis lemah.
  3. Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya karena itu sangat peka terhadap gangguan pernapasan, infeksi, trauma kelahiran, hipotermi dan sebagainya.
Komplikasi
     Alat tubuh bayi lebih banyak kesulitan untuk hidup diluar uterus. Dalam hubungan ini sebagian besar kehamilan perinatal terdapat bayi-bayi BBLR (Prawirohardjo, 2006).
Komplikasi yang mungkin terjadi bila bayi lahir dengan BBLR tidak segera ditangani maka sering menjadi masalah yang berat, misalnya kesukaran bernapas, kesukaran pemberian minum, ikterus berat, hipotermi dan infeksi (Saifuddin, 2006).
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain:
  1. Hipotermia
  2. Hipoglikemia
  3. Gangguan cairan dan elektrolit
  4. Hiperbilirubinemia
  5. Sindraoma gawat nafas
  6. Paten duktus arteriosus
  7. Infeksi
  8. Pendarahan intraventrikuler
Dan masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) antara lain:
  1. Gangguan perkembangan
  2. Gangguan pertumbuhan
  3. Gangguan penglihatan (Retinopati)
  4. Gangguan pendengaran
  5. Penyakit paru kronis
  6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
  7. Kenaikan frekuensi bawaan
Prognosis
      Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, misalnya masa gestasi makin (makin muda masa gestasi bayi tinggi angka kematian), afiksia/iskemia otok, sindroma gangguan pernapasan, perdarahan interaventrikuler, displasia bronkopulmonia, retrolental fibroplasias, infeksi, gangguan metabolik (asidosis hipoglikemia, hiperbilubinemia) kadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia, hipoglikemia, dll) (Winkjosaatro, 2006).

Pencegahan 
Menurut Manuaba (2006), dengan mengetahui berbagai faktor penyebab berat badan lahir rendah dapat dipertimbangkan langkah pencegahan dengan cara:
  1. Melakukan pengawasan hamil dengan seksama dan teratur.
  2. Melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dapat menyebabkan kehamilan dan persalinan preterm
  3. Memberi nasehat tentang :
  • Gizi saat hamil
  • Meningkatkan pengertian keluarga berencana internal
  • Memperhatikan tentang berbagai kelainan yang timbul dan segera melakukan konsultasi.
  • Menganjurkan untuk pemeriksaan tambahan sehingga secara dini penyakit ibu dapat diketahui dan diawasi/diobati
Menurut Erlina (2008), pada kasus Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Mencegah/preventif adalah langkah yang penting. Dan hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya:
  1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
  2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda-tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatanya dan janin dalam kandunganya dengan baik.
  3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinanya pada kurun waktu reproduksi sehat (20-34 tahun).
  4. Perlu dukungan sektor lain yang terikat untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil.
Penatalaksanaan
    Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan dan penyesuaian diri dengan lingkungan hidup diluar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan, dan bila perlu pemberian oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi (Winkjosastro, 2006).

Minggu, 29 Mei 2016

PARTUS PRESIPITATUS

PARTUS PRESIPITATUS


ETIOLOGI

Adalah persalinan yang berlangsung lebih pendek dari normal yang sering berlangsung antara 2-3 jam >Jarang terjadi pada primi Para, sering muncul pada kehamilan lebih dari satu ( multi para ),Persalinan cepat atau Partus presipitatus, sebagai akibat dari his yang terlalu kuat dan kurangnya pertahanan dari jalan lahir. Partus cepat sangat membahayakan bagi ibu maupun bayinya. 

PROGNOSA

Pada Ibu

Tergantung pada penanganan dan pengawasan post partum .Jika pengawasan dan penaganan post partum maksimal maka komplikasi yang timbul hampir tidak ada, tapi jika pangawasan dan penanganan post partum tidak maksimal dapat menimmbulkan perdarahan hebat saat Kala IV
Pada Bayi
Dapat terjadi trauma kepala oleh kerana bayi seperti dilempar dari kafum uteri keluar, sehingga dapat menjadikan cidera pada otak maupun terjadi Hypoksia ,disebabkan oleh his yang terlalu kuat.sehingga mengakibatkan oksiginasi yang kurang.
Komplikasi
Trauma pada bayi sangat berfariasi ,seperti dapat terjadi persalinan “Kebrojolan,”karena kurangya persiapan dari si Ibunya sendiri,Jatuh saat perjalanan menuju tempat persalinan.atau jatuh di kamar mandi . dari hasil Anamnesa biasanya ibu mengeluh belum merasakan kenceng 2 seperti pada anak pertama,sehingga his permulaan yang belum teratur sering diabaikan
Komplikasi pada ibu
Komplikasi yang sering pada ibu ,sering nya terjadi perdarahan post partum pada kala IV. Kejadian perdarahan post partum disebabkan karena terlalu cepatnya isi dalam kavum uteri keluar ,sementara otot2 rahim belum maksimal berkontraksi
Penapisan awal

1. Penting dalam anamnesa awal apakah riwayat persalinan cepat ? riwayat perdarahan post partum sebelumnya ? sehingga antisipasi bisa dilakukan
Perlunya penerapan manajemen aktif pada kala IV dengan menggunakan pedoman APN sangat membantu dalam mengatasi perdarahan post partum pada kasus Partus Presipitatus.Yang sering terjadi kecurian pengawasan saat Poat pratum 15 menit pertama pada pengawasan satu jam pertama,Kurang diperhatikan Tingginya Fundus Uteri ,( TFU ) Pada kasus partus presipitatus memang Uterus Kontraksi sering dijumpai baik, tapi TFU akan dejumpai lebih tinggi dari TFU Post Partum yang normal ( 2 jari diatas Pusat )Ini suatu bukti bahwa masih berlangsung perdarahan banyak yang tersembunyi. Disampaing tanda tersebut,ada gajala pre-chok secara tiba2 keringat dingin, pusing, dan lemes (les2an) Bidan atau praktikan kadang 2 hanya memperhatikan darah yang keluar lewat vagina tapi tidak memperhatikan keadaan umum dan TFU nya
Panatalaksanaan

1. Perbaikan Ku Ibu dengan Rehydrasi cairan elektrolot ( R.l )
2. Segera lakukan massage uterus, dan mengeluarkan isi kafum uteri dengan melakukan sedikit penekanan pada fundus untuk mengeluarkan stolsel ( gumpalan darah )
3. Ajarkan ibu / keluarga untuk melakukan massage secara perlahan
4. Lakukan pemeriksaan HB, Ct /Bt, penting untuk perbaikan selanjutnya
Pesan untuk Bidan maupun Praktikan
Agar selalu mengawasi ibu post partum dengan metoda APN ,yaitu : pengawasan selama 2jam post partum,(tiap 15 mnt pada 1jam poat partum , dilanjutkan tiap ½ jam pada jam ke 2 poat partum )
Meliputi :
1. Keadaan umum ibu
2. Vital saing
3. Uterus kontraksi
4. Tinggi Fundus Uteri
5. Perdarahan pervagina.
6. Kandung kemih

Referensi:
Buku Obstetri dan Patologi
Prof. Sulaiman Sastrawinata dkk
Penulis Mulhayinah, SST

Jumat, 27 Mei 2016

IMUNISASI

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang maha kuasa karena atas rahmat dan karunianya kita dapat mengenal ilmu,pengetahuan tidak lupa kita haturkan shalawat beserta salamat atas junjungan alam Nabi besar kita yaitu nabi Muhammad saw ,dan saya mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen yang telah mengajari kami ilmu yang sangat banyak,berkat ilmu itu juga saya mampu menyelesaikan tugas “Asuhan Neonatus” berjudul “ Imunisasi Dasar Berdasarkan Daftar Tilik”.
Dalam menyusun makalah ini,saya menyadari masih banyak kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan makalah saya selanjutnya.


Padang, Desember 2015








DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar isi

BAB I Pendahuluan

A.Latar belakang
B. Rumusan maslah
C. Tujuan kasus
D. Manfaat Penulisan

BAB II Tinjauan Teori

A. Pengertian imunisasi
B. Jenis-jenis imunisasi
C. Keberhasilan imunisasi
D. Daftar tilik

BAB III Format kosong

BAB IV Penuntun belajar
BAB V Penutup
A. Kesimpulan 25
B. Saran 25

Daftar pustaka 26


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Di Indonesia, imunisasi merupakan kebijakan nasional melalui program imunisasi. Imunisasi masih sangat diperlukan untuk melakukan pengendalian Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), seperti Tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis (penyakit pernapasan), campak, tetanus, polio dan hepatitis B. Program imunisasi sangat penting agar tercapai kekebalan masyarakat (population immunity). Program Imunisasi di Indonesia dimulai pada tahun 1956 dan pada tahun 1990, Indonesia telah mencapai status Universal Child Immunization (UCI), yang merupakan suatu tahap dimana cakupan imunisasi di suatu tingkat administrasi telah mencapai 80% atau lebih. Saat ini Indonesia masih memiliki tantangan mewujudkan 100% UCI Desa/Kelurahan pada tahun 2014 (Pusat Komunikasi Publik, 2011).
Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit difteri di Kota Padang diduga karena banyak masyarakat yang tidak memahami pentingnya imunisasi. Kurangnya kepedulian orang tua dan sosialisasi dari petugas kesehatan menjadi faktor utama munculnya penyakit ini. Keterangan para ahli kesehatan bahwa penyebab utama dari penyakit difteri kerena tidak lengkapnya imunisasi seorang anak adalah menjadi patut dipertanyakan. Untuk memberikan kesadaran bersama bagi setiap ibu yang memiliki anak balita diperlukan dua hal pokok, pertama pemberian informasi yang utuh tentang imunisasi untuk daya tahan tubuh dan manfaat kesehatan masa depan anak.
Indonesia sehat pada tahun 2015 merupakan target dari berbagai program yang terdapat dalam MDG’s, salah satu program tersebut adalah menurunkan angka kematian balita sebesar 2/3 antara 1990 sampai 2015. Untuk memenuhi program ini maka dibentuk dua indikator yaitu angka kematian balita dan cakupan imunisasi campak pada usia satu tahun. Cakupan imunisasi dan campak pada anak usia satu tahun terus meningkat setip tahunnya dalam rangka mencapai target MDG’s sebesar 90 % tahun 2015. (BPS MDGs. Indikator MDGs. 2000). Cakupan imunisasi campak di Sumatera Barat tahun 2010 hana 66,3% menurun dibandingkan tahun 2007 sebesar 75,4%. Persentase rincian imunisasi pada tahun 2010 yaitu BCB 71,8%, polio 63,5%, DPT-HB 51,0%, dan campak 66,3%. Jika dibandingkan dengan data pada tahun 2007 imunisasi BCG 83,1% menurun sebesar 11,3%, imunisasi polio 69,4% menurun sebesar 5,9%, imunisasi DPT-HB g4,2% menurun sebesar 13,2%, dan imunisasi campak 75,4% menurun sebesar 9,1%. Namun angka ini meningkat pada tahun 2011 sebesar 19% yaitu 85,3% berdasarkan sumber data Diknas Sumbar tahun 2012. Menurut laporan Dinas Kesehatan Kota Padang (DKK) tahun 2012, cakupan imunisasi campak Kota Padang tahun 2011 88,1% angka ini sudah mencapai target yang seharusnya dan dapat dikatakan cukup tinggi. Namun angka ini belum merata pada semua kecamatan yang ada di Kota Padang.

B. TUJUAN

1. Tujuan umum
Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui apa definisi dari imunisasi.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis imunisasi.
3. Untuk mengetahui jadwal pemberian imunisasi pada anak
4. Untuk mengetahui keberhasilan Imunisasi Tergantung Faktor
C. MANFAAT PENULISAN

1. Diharapkan dengan adanya Asuhan Neonatus dengan imunisasi dasar dapat memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan dasar.
2. Diharapkan dengan adanya Asuhan Neonatus dengan imunisasi dasar dapat mencegah terjadinya kasus serupa sehingga mengurangi AKB di Indonesia, Serta dapat menjadi manfaat untuk masyarakat lebih mengatahui keuntungan imunisasi.





















BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian imunisasi
Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam menurunukan angka kematian bayi dan balita. Dengan imunisasi, berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, poliomyelitis, dan campak dapat dicegah. Pentingnya pemberian imunisasi dapat dilihat dari banyaknya belita yang meninggal akibat penyakit yangdapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Hal itu sebenarnya tidak perlu terjadi karena penyakit-penyakit tesebut bias dicegah dengan imunisasi. Oleh karena itulah, untuk mencegah balita menderita beberapa penyakit yang berbahaya, imunisasi pada bayi dari balita harus lengkap serta diberikan sesuai jadwal. (Vivian 2010)
Imunisasi merupakan salah satu cara yang efisien dalam mencegah penyakit dan merupakan bagian kedokteran preventif yang mendapatkan prioritas. Sampai saat ini ada tujuh penyakit infeksi pada anak yang dapat menyebabkan kematian dan cacat, walaupun sebagian anak dapat bertahan dan menjadi kebal. (Dwi Maryanti 2011)
Perlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan vaksinasi sering diartikan sama, meskipun arti yang sebenarnya adalah berbeda. Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibody secara pasif, sedangkan vaksinasi adalah pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibody) dari system imun dalam tubuh. (Nur Muslihatun Wafi 2010)
B. Jenis-jenis imunisasi
1. Imunisasi BCG
Bacillus Calmette-Guerin (BCG) adalah vaksin untuk mencegah penyakit TBC, orang bilang flek paru. Meskipun BCG merupakan vaksin yang paling banyak di gunakan di dunia (85% bayi menerima 1 dosis BCG pada tahun 1993), tetapi perkiraan derajat proteksinya sangat bervariasi dan belum ada penanda imunologis terhadap tuberculosis yang dapat dipercaya.
maksudnya, kekebalan yang dihasilkan dari imunisasi BCG ini bervariasi. Dan tidak ada pemerikasaan laboratorium yang bisa menilai kekebalan seseorang pada penyakit TBC setelah diimunisasi. Berbeda dengan imunisasi hepatitis B, kita bisa memeriksa titer anti-HBsAg pada laboratotrium, bila hasilnya > 10 μg dianggap memiliki kekebalan yang cukup terhadap hepatitis B.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemampuan proteksi BCG berkurang jika telah ada sensitisasi dengan mikobakteria lingkungan sebelumnya, tetapi data ini tidak konsisten.
Imunsasi BCG diberikan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun, dan 0,1 ml pada anak. Disuntikkan secara intrakutan.
maksudnya disuntikkan ke dalam lapisan kulit (bukan di otot). Bila penyuntikan benar, akan ditandai kulit yang menggelembung.
BCG ulang tidak dianjurkan karena manfaatnya diragukan.BCG tidak dapat diberikan pada penderita dengan gangguan kekebalan seperti pada penderita lekemia (kanker darah), anak dengan pengobatan obat steroid jangka panjang dan penderita infeksi HIV.

1. Kontra indikasi
Tenaga kesehatan tidak di anjurkan untuk melakukan imunisasi BCG, jika ditemukan hal-hal berikut
1. Reaksi tes mantoux > 5 mm.
2. Terinfeksi HIV atau dengan risiko tinggi HIV, imunokomprmais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imunosupresif, sedang menjalani terapi radiasi, serta menderita penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang sistem limfa.
3. Anak mendirita gizi buruk.
4. Anak menderita demam tinggi.
5. Anak menderita infeksi kulit yang luas.
6. Anak pernah menderita tuberkulosis.
7. Kehamilan.(Vivian 2010)
2. Rekomendasi
1. Imunisasi BCG diberikan saat bunyi berusia < 2 bulan.
2. Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB, dan melalui pemeriksaan A
3. sputum didapati BTA (+3) maka sebaiknya diberikan INH profilaksis terlebih dahulu, dan jika kontak sudah dapat diberi BCG.
4. Jangan melakukan imunisasi BCG pada bayi atau anak dengan imunodefiensi, minsalnya HIV, gizi buruk, dll.(Vivian 2010)
1. Imunisasi Hepatitis B
Pencegahan penyakit hepatitis B ditempuh melalui upaya preventif umum dan khusus. Upaya preventif khusus hepatitis B ditempuh dengan imunisasi pasif dan aktif. Imunisasi pasif Hepatitis B Immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat memberikan proteksi, meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan). Pemberian HBIg hanya pada kondisi pasca paparan, di antaranya needle stick injury, kontak seksual, bayi dari ibu dengan virus hepatitis B (VHB), terciprat darah ke mukosa atau mata. Sebaiknya HBIg diberikan bersamaan dengan imunisasi aktif vaksin VHB agar proteksi lama. (Nur Muslihatun Wafi 2010)
1. Penularan virus hepatitis B
1. melalui jalan lahir.
2. melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah.
3. melalui alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak steril atau peralatan yang ada di klinik gigi.
2. Upaya pencegahan
Upaya pencegahan adalah langkah terbaik. Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai kena Virus Hepatitis B, biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa virus atau tidak.Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya virus hepatitis B.
3. Jadwal pemberian
1. Vaksinasi awal atau primer diberikan sebanyak 3 kali. Jarak antara suntikan 1 dan 2 adalah 1-2 bulan, sedangakan untuk suntikan ke 3 diberikan dengan jarak 6 bulandari suntikan 1.
2. Pemberian booster dilakukan 5 tahun kemudian, namun masih belum ada kesepakatan.
3. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan anti-HbsAg pascaim imunisasi setelah 3 bulan imunisasi terakhir.
4. Skrining pravaksinasi hanya di anjurkan pada pemberian imunisasi secara indivindu (praktik swasta perorangan), sedangkan pada suntikan missal tidak dianjrukan.(Vivian )
4. Kontra indikasi
Sampai saat ini belum dipastikan adanya kontraindikasi absolute terhadap pemberian imunisasi hepatitis B, kecuali pada ibu hamil.(Vivian)
5. Lokasi Penyuntikan
Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha lewat antero lateral (antero adalah otot-otot bagian depan, lateral adalah otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
3.Imunisasi Polio
Kata polio (abu-abu) dan meylon (sumsum), berasal dari bahasa latin yang bearti medula spinalis. Penyakit ini disebabkan oleh virus poliomielitis pada medula spinalis yang secara klasik menimbulkan kelimpuhan.
Virus polio termasuk dalam kelommpok (subgrub) enterovirus, famili picomaviridea, virus polio dibagi menjadi 3 macam serotipe yaitu p1,p2, dan p3, virus polio ini menjadi tidak aktif apabila terkena panas ,formaldehida, dan sinar ultra violet.
Reservior virus polio liar hanya pada manusia, yang sering ditularkan oleh pasien infeksi polio yang tanpa gejala. Namun tidak ada pembawa kuman dengan status karier asimptomatris, kecuali pada orang yang menderita defisiensi sistem imun.
1. Vaksin Polio Oral(Oral polio vaccine-OPV)
Vaksin ini berisi virus polio tipe 1,2, dan 3 serta merupakan bagian dari suku sabin yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin digunakan rutin sejak bayi lahir sebagai dosis awal, dengan dosis 2 tetes (0,1 ml).
Imunisasi dasar umum 2-3 bulan dalam 3 bulan dosis terpisah berturut-turut dengan interval 6-8 minggu untuk mendapatkan imunitas jangka lama. Apabila OPV yang diberikan dimuntahkan dalam waktu 10 menit, maka dosis pemberian perlu diulangi.
Virus vaksin akan menempatkan diri di usus dan memacu antibodi dalam darah dan epitelium usus,sehingga menghasilkan pertahanan lokal terhadap virus polio liar. Virus vaksin ini dapat dieksresi melalui tinja sampai 6 minggu setelah pemberian dan melakukan infeksi pada kontak yang belum diimunisasi. Siapa saja kontak dengan bayi yang baru saja iberi OPV agar mencuci tangan setelah mengganti popok bayi.
Asi tidak berpengaruh pada respon antibodi. Apabila OPV yang diberikan dimuntahkan dalam waktu 10 menit, maka dosis pemberian diulangi.(Wafi 2010)
2. Inactived Poliomylitis Vaccine (IPV)
Vaksin polio inactived merupakan antigen polio tipe 1,2 dan 3 yang mati. Vaksin harus disimpan pada suhu 2-8 C dan tidak boleh dibekukan. Dosis pemberian adalah 0,5 ml dengan suntikan subkutan dalam, tiga kali berturut-turut, dengan jarak antara masing-masing dosis adalah 2 bulan, sehingga memberikan imunitas jangka panjang. Imunitas mukosa IPV lebih rendah dari OPV. Vaksin OPV dan IPV keduanya dapat dipakai berganti.
Vaksin IPV bisa diberikan pada anak sehat, anak dengan imunokompromise atau bersamaan dengan vaksin DPT. Vaksin IPV dapat menjadi alternatif, karena reaksi KIPI dari OPV , antara lain dapat menyebabkan terjadinya VAPP dan VDPV.(Wafi 2010)
4. Imunisasi DPT atau DTwP dan DTaP
Saat ini telah beredar vaksin DtaP (DTP dengan komponen acelluler pertusis), disamping DTwP (DTP dengan whole cell pertusis) yang telah ada selama ini. Keduanya dapat digunakan secara bergantian. DTP adalah toksin difteria digabung toksoid diteria dan tetanus, yang dapat diberikan pada anak dengan kontraindikasi vaksin pertusis.
Kontra indikasi vaksin pertusis,antara lain riwayat anafilaksis dan ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertulis sebelumnya precaution, pada beberapa kasus ,diantaranya riwayat hiperpireksia, hipotonik dan hiporesponsif dalam 48 jam, menangis terus-menerus selama 3 jam dan kejang dalam 3 hari paska penyuntikan pertusis sebelumnya. Riwayat kejang,reaksi KIPI, alergi vaksin pada keluarga bukan merupakan kontraindikasi, tetapi HARAP dipertimbangkan keuntungan dan risiko pemberian vaksin pertusis. (Nur Muslihatun Wafi 2010)
1. Jadwal pemberian imunisasi
a. Diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-6 minggu.
b. DTP-1 umur 2 bulan.
c. DTP-2 umur 3 bulan.
d. DTP-3 umur 4 bulan
e. DTP-4 diberikan setelah 1 tahun dari DPT-3, yaitu pada umur 18-24 bulan.
f. DTP-5 diberikan pada saat anak masuk sekolah (umur 5 tahun).
g. DT-6 diberikan pada saat anak berumur 12 tahun pada bulan imunisasi anak sekolah (BIAS), karena kasus difteri masih dijumpai pada anak usia 10 tahun.
Dosis pemberian vaksin DTaP, DTwP, atau DT adalah 0,5 ml, diberikan melalui suntikan IM. Reaksi KIPI vaksin ini, antara lain reaksi lokal kemerahan, bengkak, nyeri pada lokasi injeksi, demam ringan, gelisah dan menangis terus menerus beberapa jam pasca penyuntikan. Reaksi KIPI yang paling serius, adalah ensefalopati akut dan reaksi anafilaksis.
5. Imunisasi Campak
Ada dua jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus campak hidup dan dilemahkan dan vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan. Vaksin campak dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml melalui suntikan subkutan dalam pada umur 9 bulan. Imunisasi ulangan perlu diberikan pada saat anak masuk SD (5-6 tahun) untuk mempertinggi serokonversi. Apabila anak pada umur 15-18 bulan telah mendapatkan vaksin MMR, maka imunisasi ulangan campak usia 5 tahun tidak perlu diberikan.
Kontra indikasi pemberian imunisasi campak, antara lain demam tinggi, sedang pengobatan imunosupresi, hamil, memeliki riwayat alergi, sedang pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan dari darah. Reaksi KIPI akibat imunisasi campak banyak dijumpai pada pemberian vaksin campak dari virus yang dimatikan. Reaksi KIPI dari imunisasi campak tersebut antara lain demam lebih dari 39,50C pada hari ke 5-6 selama 2 hari yang dapat merangsang terjadinya kejang demam, ruam pada hari ke 7-10 selama 2-4 hari, serta gangguan sistem syaraf pusat, di antaranya sensefalitis dan ensefalopati paska imunisasi.
1. Penyimpanan dan Transportasi Vaksin (chold chain).
Chol chain adalah cara penyimpanan agar vaksin dapat digunakan dalam keadaan baik atau tidak rusak sehingga mempunyai kemampuan/ efek kekebalan pada penerima vaksin. Vaksin merupakan sediaan bilogis yang rentan terhadap perubahan termperatur terlalu tinggi atau terkena sinar matahari langsung, seperti vaksin polio oral (OPV), BCG dab cempak. Apabila disimpan dalam suhu yang terlalu dingin atau beku,seperti toksoid difteri, toksoid tetanus, vaksin pertusis (DPT,DT), Hib conjugate, hepatitis B dan vaksin influensa. Vaksin polio boleh membeku dan mencair tanpa membahayakan potensinya.
Beberapa vaksin yang rusak akan mengelami perubahan fisik. Vaksin DPT apabila pernah membeku akan terlihat antigen yang tidak bisa larut lagi walaupun sudah dikocok sekuat-kuatnya. Vaksin lain meskipun potensinya sudah hilang atau berkurang, penampilan fisiknya tidak berubah. (Muslihatun Wafi Nur)
Stabilisasi Vaksin pada Berbagai Temperatur
Vaksin 0-8’C 22-25’C 35-37’C Lebih 37’C
Toksoid DT 3-7 tahun Beberapa bulan Beberapa minggu Pada suhu 450C potensi hilang setelah 2 minggu
Pertusis 18-24 bulan disertai penurunan potensi secara lambat Bervariasi, beberapa stabil untu 2 minggu Bervariasi, beberapa dengan kehilangan potensi 50% Pada suhu 450C kehelingan potensi 10%
Campak kering beku 2 tahun Potensi bertahan memuaskan setidaknya 1 minggu Potensi bertahan memuaskan setidaknya 1 minggu Potensi hilang 50% setelah 2-3 hari pada suhu 410C
Campak yang sudah dilarutkann Tidak stabi, harus digunakan dlm satu sesi pekerjaan Tidak stabil, potensi hilang 50% setelah 1 jam dan 70% setelah 3 jam Sangat tidak stabil setelah 2-7 jam. Potensi sudah dibawah yang deperbolehkan Sudah tidak aktif dalam 1 jam
Polio 1 bulan Tidak stabil, potensi hilang 50% setelah 20 hari Sangat tidak stabil. Dalam 1-3 hari potensi sudah hilang Sangat tidak stabil pada 410C.
Jadwal Pemberian Imunisasi
Vaksin
Pemberian Imunisasi
Selang Waktu
Umur
BCG
1 x
1– 3bulan
DPT
3 x (1, 2, 3)
4 mgg
2 – 11 bulan
Polio
4x (1, 2, 3, 4)
4 mgg
0 – 11 bulan
Campak
1 x
9 – 11 bulan
Hep. B
2        x (1, 2, 3)
4 mgg
0– 11 bulan

Sumber : Ranuh,IGN,dkk,2005,Pedoman Imunisasi di Indonesia, Satgas Iimunisasi IDAI, Jakarta.
A. Keberhasilan Imunisasi Tergantung Faktor

1. Status imun penjamu
Adanya Ab spesifik pada penjamu, keberhasilan vaksinasi, minsalnya :
a. Campak pada bayi
b. Kolustrum ASI IgA polio
c. Maturasi imunologik, neonates, fungsi makrofag, kadar komplemen, aktifasi optonin.
d. Pembentukan Ab spesifik terhadap Ag kurang hasil vaksinasi ditunda sampai umur 2 bulan.
e. Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi di imunisasi.
f. Frekuensi penyakit, dampaknya pada neonates berat imunisasi dapat diberikan pada neonates.
a. Status imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap vaksin kurang. (dwi maryati, sujianti, tri budiarti)
2. Genetik
Secara genetik respon imun manusia terhadap Ag tertentu baik, cukup, rendah keberhasilan vaksinasi tidak 100 %. (dwi maryati, sujianti, tri budiarti)
3. Kualitas vaksin
a. Cara pemberian, missal polio oral imunisasi lokal dan sistemik
b. Dosis vaksin
1. Tinggi mengehambat respon, menimbulkan efek samping
2. Rendah tidak merangsang sel imunokompeten.
b. Frekuensi pemberian
c. Ajuvan : zat yang meningkatkan respon imun terhadap Ag
d. Jenis vaksin. (dwi maryati, sujianti, tri budiarti).(Maryanti dwi)









Contoh daftar tilik

No

Langkah/Prosedur
Kasus
1
2
3
4
5
6
7
8
Persiapan alat








1
§  Vaksin BCG
§  Spuit dan jarum ukuran 1 cc suntikan BCG
§  Spuit dan jarum ukuran 3 cc oplosan steril
§  Kapas injeksi yang telah direndam dengan air matang
§  Bengkok
§  Handscone bersih
§  Bak instrumen kecil








Melarutkan vaksin








2
Cuci tangan 6 langkah dengan sabun dibawah air mengalir








3
Buka spuit 1 cc dan 3 cc, masukkan kedalam bak instrumen








4
Pasang handscone bersih








5
Ambil spuit 3 cc jarum oplos yang steril, spuit dan jarum ini digunakan untuk mengoplos bukan untuk suntikan








6
Bersihkan bagian luar flacon BCG dan pelarut dengan kapas yang telah dibasahi air DTT








7
Sedotkan pelarut sebanyak 1 cc kedalam spuit 3 cc








8
Ambil pelarut dalam spuit dan masukkan kedalam flakon vaksin BCG








9
Masukkan jarum kedalam flakon yang telah dibuka dengan spuit 1 cc








10
Pada waktu mengambil vaksin dilebihkan 1 dosis agar pada waktu membuang gelembung udara, jumlah vaksin menjadi 1 dosis








Mengatur posisi bayi








11
Pada saat memberikan vaksin BCG pada bayi, tidak perlukan pegangan yang terlalu kuat








12
bayi dipangku ibunya, pakaian yang menutupi lengan kanan atas supaya dibuka








13
Ambil spuit vaksin BCG








14
Tempat penyuntikan 1/3 bagian lengan atas (insertion muskulus deltoideus)








Cara penyuntikan BCG








15
Bersihkan lengan dengan kapas yang dibasahi dengan air bersih (jangan menggunakan alkohol/desinfeksi sebab akan merusak vaksin BCG)








16
Pegang lengan kanan bayi dengan tangan kiri sehingga :
§  Tangan kiri berada dibawah lengan bayi
§  Lingkaran jari-jari anda kelengan bayi dan kulit








17
Pegang spuit dengan tangan kanan, lubang jarum menghadap ke atas








18
Letakkan spuit dan jarum hampir sejajar dengan lengan kanan bayi








19
Masukkan ujung jarum kedalam kulit, usahakan sedikit mungkin melukai kulit.
§  Pertahankan jarum sejajar kulit, sehingga hanya masuk kedalam kulit bagian atas, juga lubang jarum menghadap keatas
§  Jangan menekan jarum terlalu dalam dan jangan mengarahkan ujung jarum terlalu menukik karena jarum akan masuk kebawah kulit. Hal ini mengakibatkan suntik menjadi subkutan bukan intrakutan








20
Letakkan ibu jari tangan diatas ujung barel. Pegang pangkal barel antara jari telunjuk dan jari tengah dan doronglah piston dengan ibu jari tangan kanan








21
Suntikkan 0,05 cc vaksin, cabut jarumnya. Pemberian BCG dengan tepat, ditandai dengan terbentuknya benjolan dikulit yang mendatar. (bening, pucat, dengan pori-pori mendatar)






























BAB V

PENUTUP

1.      Kesimpulan
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit.Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak.
Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.
Jadi pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk antibodi/antitoksin terhadap antigen, tidaklah terlalu kuat. Tubuh belum mempunyai “pengalaman” untuk mengatasinya. Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan berikutnya, tubuh anak sudah pandai membuat zat anti yang cukup tinggi. Dengan cara reaksi antigen-anibody, tubuh anak dengan kekuatan zat antinya dapat menghancurkan antigen atau kuman; berarti bahwa anak telah menjadi kebal (imun) terhadap penyakit tersebut. Dari uraian ini, yang terpenting ialah bahwa dengan imunisasi, anak anda terhindar dari ancaman penyakit yang ganas tanpa bantuan pengobatan.
1.      Saran
Jika dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan dan kesalahan, saya mohon maaf. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar dapat membuat makalah yang lebih baik di kemudian hari.







DAFTAR PUSTAKA

Ai Yeyeh Rukiyah.2012.asuhan neonates bayi dan anak balita.Jakarta:TIM
Donna L wong.2008.buku ajar keperawatan pediatrick wong.Jakarta:EGC
Nanny Lia Dewi,Vivian. 2013.asuhan neonates bayi dan anak balita.Jakarta: Salemba Medika
Dewi Vivian Nanny lia.2003.Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita.Jakarta: Salemba Medika
Muslihatun Wafi Nur.2010.Asuhan Neonatus Bayi Dann Balita.Yogyakarta:Fitramaya
Maryanti Dwi.2011.Buku Ajar Neonatus,Bayi Dan Balita.Cilacap:Trans Info Media