Jumat, 27 Mei 2016

IMUNISASI

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang maha kuasa karena atas rahmat dan karunianya kita dapat mengenal ilmu,pengetahuan tidak lupa kita haturkan shalawat beserta salamat atas junjungan alam Nabi besar kita yaitu nabi Muhammad saw ,dan saya mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen yang telah mengajari kami ilmu yang sangat banyak,berkat ilmu itu juga saya mampu menyelesaikan tugas “Asuhan Neonatus” berjudul “ Imunisasi Dasar Berdasarkan Daftar Tilik”.
Dalam menyusun makalah ini,saya menyadari masih banyak kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan makalah saya selanjutnya.


Padang, Desember 2015








DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar isi

BAB I Pendahuluan

A.Latar belakang
B. Rumusan maslah
C. Tujuan kasus
D. Manfaat Penulisan

BAB II Tinjauan Teori

A. Pengertian imunisasi
B. Jenis-jenis imunisasi
C. Keberhasilan imunisasi
D. Daftar tilik

BAB III Format kosong

BAB IV Penuntun belajar
BAB V Penutup
A. Kesimpulan 25
B. Saran 25

Daftar pustaka 26


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Di Indonesia, imunisasi merupakan kebijakan nasional melalui program imunisasi. Imunisasi masih sangat diperlukan untuk melakukan pengendalian Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), seperti Tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis (penyakit pernapasan), campak, tetanus, polio dan hepatitis B. Program imunisasi sangat penting agar tercapai kekebalan masyarakat (population immunity). Program Imunisasi di Indonesia dimulai pada tahun 1956 dan pada tahun 1990, Indonesia telah mencapai status Universal Child Immunization (UCI), yang merupakan suatu tahap dimana cakupan imunisasi di suatu tingkat administrasi telah mencapai 80% atau lebih. Saat ini Indonesia masih memiliki tantangan mewujudkan 100% UCI Desa/Kelurahan pada tahun 2014 (Pusat Komunikasi Publik, 2011).
Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit difteri di Kota Padang diduga karena banyak masyarakat yang tidak memahami pentingnya imunisasi. Kurangnya kepedulian orang tua dan sosialisasi dari petugas kesehatan menjadi faktor utama munculnya penyakit ini. Keterangan para ahli kesehatan bahwa penyebab utama dari penyakit difteri kerena tidak lengkapnya imunisasi seorang anak adalah menjadi patut dipertanyakan. Untuk memberikan kesadaran bersama bagi setiap ibu yang memiliki anak balita diperlukan dua hal pokok, pertama pemberian informasi yang utuh tentang imunisasi untuk daya tahan tubuh dan manfaat kesehatan masa depan anak.
Indonesia sehat pada tahun 2015 merupakan target dari berbagai program yang terdapat dalam MDG’s, salah satu program tersebut adalah menurunkan angka kematian balita sebesar 2/3 antara 1990 sampai 2015. Untuk memenuhi program ini maka dibentuk dua indikator yaitu angka kematian balita dan cakupan imunisasi campak pada usia satu tahun. Cakupan imunisasi dan campak pada anak usia satu tahun terus meningkat setip tahunnya dalam rangka mencapai target MDG’s sebesar 90 % tahun 2015. (BPS MDGs. Indikator MDGs. 2000). Cakupan imunisasi campak di Sumatera Barat tahun 2010 hana 66,3% menurun dibandingkan tahun 2007 sebesar 75,4%. Persentase rincian imunisasi pada tahun 2010 yaitu BCB 71,8%, polio 63,5%, DPT-HB 51,0%, dan campak 66,3%. Jika dibandingkan dengan data pada tahun 2007 imunisasi BCG 83,1% menurun sebesar 11,3%, imunisasi polio 69,4% menurun sebesar 5,9%, imunisasi DPT-HB g4,2% menurun sebesar 13,2%, dan imunisasi campak 75,4% menurun sebesar 9,1%. Namun angka ini meningkat pada tahun 2011 sebesar 19% yaitu 85,3% berdasarkan sumber data Diknas Sumbar tahun 2012. Menurut laporan Dinas Kesehatan Kota Padang (DKK) tahun 2012, cakupan imunisasi campak Kota Padang tahun 2011 88,1% angka ini sudah mencapai target yang seharusnya dan dapat dikatakan cukup tinggi. Namun angka ini belum merata pada semua kecamatan yang ada di Kota Padang.

B. TUJUAN

1. Tujuan umum
Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui apa definisi dari imunisasi.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis imunisasi.
3. Untuk mengetahui jadwal pemberian imunisasi pada anak
4. Untuk mengetahui keberhasilan Imunisasi Tergantung Faktor
C. MANFAAT PENULISAN

1. Diharapkan dengan adanya Asuhan Neonatus dengan imunisasi dasar dapat memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan dasar.
2. Diharapkan dengan adanya Asuhan Neonatus dengan imunisasi dasar dapat mencegah terjadinya kasus serupa sehingga mengurangi AKB di Indonesia, Serta dapat menjadi manfaat untuk masyarakat lebih mengatahui keuntungan imunisasi.





















BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian imunisasi
Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam menurunukan angka kematian bayi dan balita. Dengan imunisasi, berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, poliomyelitis, dan campak dapat dicegah. Pentingnya pemberian imunisasi dapat dilihat dari banyaknya belita yang meninggal akibat penyakit yangdapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Hal itu sebenarnya tidak perlu terjadi karena penyakit-penyakit tesebut bias dicegah dengan imunisasi. Oleh karena itulah, untuk mencegah balita menderita beberapa penyakit yang berbahaya, imunisasi pada bayi dari balita harus lengkap serta diberikan sesuai jadwal. (Vivian 2010)
Imunisasi merupakan salah satu cara yang efisien dalam mencegah penyakit dan merupakan bagian kedokteran preventif yang mendapatkan prioritas. Sampai saat ini ada tujuh penyakit infeksi pada anak yang dapat menyebabkan kematian dan cacat, walaupun sebagian anak dapat bertahan dan menjadi kebal. (Dwi Maryanti 2011)
Perlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan vaksinasi sering diartikan sama, meskipun arti yang sebenarnya adalah berbeda. Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibody secara pasif, sedangkan vaksinasi adalah pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibody) dari system imun dalam tubuh. (Nur Muslihatun Wafi 2010)
B. Jenis-jenis imunisasi
1. Imunisasi BCG
Bacillus Calmette-Guerin (BCG) adalah vaksin untuk mencegah penyakit TBC, orang bilang flek paru. Meskipun BCG merupakan vaksin yang paling banyak di gunakan di dunia (85% bayi menerima 1 dosis BCG pada tahun 1993), tetapi perkiraan derajat proteksinya sangat bervariasi dan belum ada penanda imunologis terhadap tuberculosis yang dapat dipercaya.
maksudnya, kekebalan yang dihasilkan dari imunisasi BCG ini bervariasi. Dan tidak ada pemerikasaan laboratorium yang bisa menilai kekebalan seseorang pada penyakit TBC setelah diimunisasi. Berbeda dengan imunisasi hepatitis B, kita bisa memeriksa titer anti-HBsAg pada laboratotrium, bila hasilnya > 10 μg dianggap memiliki kekebalan yang cukup terhadap hepatitis B.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemampuan proteksi BCG berkurang jika telah ada sensitisasi dengan mikobakteria lingkungan sebelumnya, tetapi data ini tidak konsisten.
Imunsasi BCG diberikan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun, dan 0,1 ml pada anak. Disuntikkan secara intrakutan.
maksudnya disuntikkan ke dalam lapisan kulit (bukan di otot). Bila penyuntikan benar, akan ditandai kulit yang menggelembung.
BCG ulang tidak dianjurkan karena manfaatnya diragukan.BCG tidak dapat diberikan pada penderita dengan gangguan kekebalan seperti pada penderita lekemia (kanker darah), anak dengan pengobatan obat steroid jangka panjang dan penderita infeksi HIV.

1. Kontra indikasi
Tenaga kesehatan tidak di anjurkan untuk melakukan imunisasi BCG, jika ditemukan hal-hal berikut
1. Reaksi tes mantoux > 5 mm.
2. Terinfeksi HIV atau dengan risiko tinggi HIV, imunokomprmais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imunosupresif, sedang menjalani terapi radiasi, serta menderita penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang sistem limfa.
3. Anak mendirita gizi buruk.
4. Anak menderita demam tinggi.
5. Anak menderita infeksi kulit yang luas.
6. Anak pernah menderita tuberkulosis.
7. Kehamilan.(Vivian 2010)
2. Rekomendasi
1. Imunisasi BCG diberikan saat bunyi berusia < 2 bulan.
2. Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB, dan melalui pemeriksaan A
3. sputum didapati BTA (+3) maka sebaiknya diberikan INH profilaksis terlebih dahulu, dan jika kontak sudah dapat diberi BCG.
4. Jangan melakukan imunisasi BCG pada bayi atau anak dengan imunodefiensi, minsalnya HIV, gizi buruk, dll.(Vivian 2010)
1. Imunisasi Hepatitis B
Pencegahan penyakit hepatitis B ditempuh melalui upaya preventif umum dan khusus. Upaya preventif khusus hepatitis B ditempuh dengan imunisasi pasif dan aktif. Imunisasi pasif Hepatitis B Immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat memberikan proteksi, meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan). Pemberian HBIg hanya pada kondisi pasca paparan, di antaranya needle stick injury, kontak seksual, bayi dari ibu dengan virus hepatitis B (VHB), terciprat darah ke mukosa atau mata. Sebaiknya HBIg diberikan bersamaan dengan imunisasi aktif vaksin VHB agar proteksi lama. (Nur Muslihatun Wafi 2010)
1. Penularan virus hepatitis B
1. melalui jalan lahir.
2. melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah.
3. melalui alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak steril atau peralatan yang ada di klinik gigi.
2. Upaya pencegahan
Upaya pencegahan adalah langkah terbaik. Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai kena Virus Hepatitis B, biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa virus atau tidak.Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya virus hepatitis B.
3. Jadwal pemberian
1. Vaksinasi awal atau primer diberikan sebanyak 3 kali. Jarak antara suntikan 1 dan 2 adalah 1-2 bulan, sedangakan untuk suntikan ke 3 diberikan dengan jarak 6 bulandari suntikan 1.
2. Pemberian booster dilakukan 5 tahun kemudian, namun masih belum ada kesepakatan.
3. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan anti-HbsAg pascaim imunisasi setelah 3 bulan imunisasi terakhir.
4. Skrining pravaksinasi hanya di anjurkan pada pemberian imunisasi secara indivindu (praktik swasta perorangan), sedangkan pada suntikan missal tidak dianjrukan.(Vivian )
4. Kontra indikasi
Sampai saat ini belum dipastikan adanya kontraindikasi absolute terhadap pemberian imunisasi hepatitis B, kecuali pada ibu hamil.(Vivian)
5. Lokasi Penyuntikan
Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha lewat antero lateral (antero adalah otot-otot bagian depan, lateral adalah otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
3.Imunisasi Polio
Kata polio (abu-abu) dan meylon (sumsum), berasal dari bahasa latin yang bearti medula spinalis. Penyakit ini disebabkan oleh virus poliomielitis pada medula spinalis yang secara klasik menimbulkan kelimpuhan.
Virus polio termasuk dalam kelommpok (subgrub) enterovirus, famili picomaviridea, virus polio dibagi menjadi 3 macam serotipe yaitu p1,p2, dan p3, virus polio ini menjadi tidak aktif apabila terkena panas ,formaldehida, dan sinar ultra violet.
Reservior virus polio liar hanya pada manusia, yang sering ditularkan oleh pasien infeksi polio yang tanpa gejala. Namun tidak ada pembawa kuman dengan status karier asimptomatris, kecuali pada orang yang menderita defisiensi sistem imun.
1. Vaksin Polio Oral(Oral polio vaccine-OPV)
Vaksin ini berisi virus polio tipe 1,2, dan 3 serta merupakan bagian dari suku sabin yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin digunakan rutin sejak bayi lahir sebagai dosis awal, dengan dosis 2 tetes (0,1 ml).
Imunisasi dasar umum 2-3 bulan dalam 3 bulan dosis terpisah berturut-turut dengan interval 6-8 minggu untuk mendapatkan imunitas jangka lama. Apabila OPV yang diberikan dimuntahkan dalam waktu 10 menit, maka dosis pemberian perlu diulangi.
Virus vaksin akan menempatkan diri di usus dan memacu antibodi dalam darah dan epitelium usus,sehingga menghasilkan pertahanan lokal terhadap virus polio liar. Virus vaksin ini dapat dieksresi melalui tinja sampai 6 minggu setelah pemberian dan melakukan infeksi pada kontak yang belum diimunisasi. Siapa saja kontak dengan bayi yang baru saja iberi OPV agar mencuci tangan setelah mengganti popok bayi.
Asi tidak berpengaruh pada respon antibodi. Apabila OPV yang diberikan dimuntahkan dalam waktu 10 menit, maka dosis pemberian diulangi.(Wafi 2010)
2. Inactived Poliomylitis Vaccine (IPV)
Vaksin polio inactived merupakan antigen polio tipe 1,2 dan 3 yang mati. Vaksin harus disimpan pada suhu 2-8 C dan tidak boleh dibekukan. Dosis pemberian adalah 0,5 ml dengan suntikan subkutan dalam, tiga kali berturut-turut, dengan jarak antara masing-masing dosis adalah 2 bulan, sehingga memberikan imunitas jangka panjang. Imunitas mukosa IPV lebih rendah dari OPV. Vaksin OPV dan IPV keduanya dapat dipakai berganti.
Vaksin IPV bisa diberikan pada anak sehat, anak dengan imunokompromise atau bersamaan dengan vaksin DPT. Vaksin IPV dapat menjadi alternatif, karena reaksi KIPI dari OPV , antara lain dapat menyebabkan terjadinya VAPP dan VDPV.(Wafi 2010)
4. Imunisasi DPT atau DTwP dan DTaP
Saat ini telah beredar vaksin DtaP (DTP dengan komponen acelluler pertusis), disamping DTwP (DTP dengan whole cell pertusis) yang telah ada selama ini. Keduanya dapat digunakan secara bergantian. DTP adalah toksin difteria digabung toksoid diteria dan tetanus, yang dapat diberikan pada anak dengan kontraindikasi vaksin pertusis.
Kontra indikasi vaksin pertusis,antara lain riwayat anafilaksis dan ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertulis sebelumnya precaution, pada beberapa kasus ,diantaranya riwayat hiperpireksia, hipotonik dan hiporesponsif dalam 48 jam, menangis terus-menerus selama 3 jam dan kejang dalam 3 hari paska penyuntikan pertusis sebelumnya. Riwayat kejang,reaksi KIPI, alergi vaksin pada keluarga bukan merupakan kontraindikasi, tetapi HARAP dipertimbangkan keuntungan dan risiko pemberian vaksin pertusis. (Nur Muslihatun Wafi 2010)
1. Jadwal pemberian imunisasi
a. Diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-6 minggu.
b. DTP-1 umur 2 bulan.
c. DTP-2 umur 3 bulan.
d. DTP-3 umur 4 bulan
e. DTP-4 diberikan setelah 1 tahun dari DPT-3, yaitu pada umur 18-24 bulan.
f. DTP-5 diberikan pada saat anak masuk sekolah (umur 5 tahun).
g. DT-6 diberikan pada saat anak berumur 12 tahun pada bulan imunisasi anak sekolah (BIAS), karena kasus difteri masih dijumpai pada anak usia 10 tahun.
Dosis pemberian vaksin DTaP, DTwP, atau DT adalah 0,5 ml, diberikan melalui suntikan IM. Reaksi KIPI vaksin ini, antara lain reaksi lokal kemerahan, bengkak, nyeri pada lokasi injeksi, demam ringan, gelisah dan menangis terus menerus beberapa jam pasca penyuntikan. Reaksi KIPI yang paling serius, adalah ensefalopati akut dan reaksi anafilaksis.
5. Imunisasi Campak
Ada dua jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus campak hidup dan dilemahkan dan vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan. Vaksin campak dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml melalui suntikan subkutan dalam pada umur 9 bulan. Imunisasi ulangan perlu diberikan pada saat anak masuk SD (5-6 tahun) untuk mempertinggi serokonversi. Apabila anak pada umur 15-18 bulan telah mendapatkan vaksin MMR, maka imunisasi ulangan campak usia 5 tahun tidak perlu diberikan.
Kontra indikasi pemberian imunisasi campak, antara lain demam tinggi, sedang pengobatan imunosupresi, hamil, memeliki riwayat alergi, sedang pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan dari darah. Reaksi KIPI akibat imunisasi campak banyak dijumpai pada pemberian vaksin campak dari virus yang dimatikan. Reaksi KIPI dari imunisasi campak tersebut antara lain demam lebih dari 39,50C pada hari ke 5-6 selama 2 hari yang dapat merangsang terjadinya kejang demam, ruam pada hari ke 7-10 selama 2-4 hari, serta gangguan sistem syaraf pusat, di antaranya sensefalitis dan ensefalopati paska imunisasi.
1. Penyimpanan dan Transportasi Vaksin (chold chain).
Chol chain adalah cara penyimpanan agar vaksin dapat digunakan dalam keadaan baik atau tidak rusak sehingga mempunyai kemampuan/ efek kekebalan pada penerima vaksin. Vaksin merupakan sediaan bilogis yang rentan terhadap perubahan termperatur terlalu tinggi atau terkena sinar matahari langsung, seperti vaksin polio oral (OPV), BCG dab cempak. Apabila disimpan dalam suhu yang terlalu dingin atau beku,seperti toksoid difteri, toksoid tetanus, vaksin pertusis (DPT,DT), Hib conjugate, hepatitis B dan vaksin influensa. Vaksin polio boleh membeku dan mencair tanpa membahayakan potensinya.
Beberapa vaksin yang rusak akan mengelami perubahan fisik. Vaksin DPT apabila pernah membeku akan terlihat antigen yang tidak bisa larut lagi walaupun sudah dikocok sekuat-kuatnya. Vaksin lain meskipun potensinya sudah hilang atau berkurang, penampilan fisiknya tidak berubah. (Muslihatun Wafi Nur)
Stabilisasi Vaksin pada Berbagai Temperatur
Vaksin 0-8’C 22-25’C 35-37’C Lebih 37’C
Toksoid DT 3-7 tahun Beberapa bulan Beberapa minggu Pada suhu 450C potensi hilang setelah 2 minggu
Pertusis 18-24 bulan disertai penurunan potensi secara lambat Bervariasi, beberapa stabil untu 2 minggu Bervariasi, beberapa dengan kehilangan potensi 50% Pada suhu 450C kehelingan potensi 10%
Campak kering beku 2 tahun Potensi bertahan memuaskan setidaknya 1 minggu Potensi bertahan memuaskan setidaknya 1 minggu Potensi hilang 50% setelah 2-3 hari pada suhu 410C
Campak yang sudah dilarutkann Tidak stabi, harus digunakan dlm satu sesi pekerjaan Tidak stabil, potensi hilang 50% setelah 1 jam dan 70% setelah 3 jam Sangat tidak stabil setelah 2-7 jam. Potensi sudah dibawah yang deperbolehkan Sudah tidak aktif dalam 1 jam
Polio 1 bulan Tidak stabil, potensi hilang 50% setelah 20 hari Sangat tidak stabil. Dalam 1-3 hari potensi sudah hilang Sangat tidak stabil pada 410C.
Jadwal Pemberian Imunisasi
Vaksin
Pemberian Imunisasi
Selang Waktu
Umur
BCG
1 x
1– 3bulan
DPT
3 x (1, 2, 3)
4 mgg
2 – 11 bulan
Polio
4x (1, 2, 3, 4)
4 mgg
0 – 11 bulan
Campak
1 x
9 – 11 bulan
Hep. B
2        x (1, 2, 3)
4 mgg
0– 11 bulan

Sumber : Ranuh,IGN,dkk,2005,Pedoman Imunisasi di Indonesia, Satgas Iimunisasi IDAI, Jakarta.
A. Keberhasilan Imunisasi Tergantung Faktor

1. Status imun penjamu
Adanya Ab spesifik pada penjamu, keberhasilan vaksinasi, minsalnya :
a. Campak pada bayi
b. Kolustrum ASI IgA polio
c. Maturasi imunologik, neonates, fungsi makrofag, kadar komplemen, aktifasi optonin.
d. Pembentukan Ab spesifik terhadap Ag kurang hasil vaksinasi ditunda sampai umur 2 bulan.
e. Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi di imunisasi.
f. Frekuensi penyakit, dampaknya pada neonates berat imunisasi dapat diberikan pada neonates.
a. Status imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap vaksin kurang. (dwi maryati, sujianti, tri budiarti)
2. Genetik
Secara genetik respon imun manusia terhadap Ag tertentu baik, cukup, rendah keberhasilan vaksinasi tidak 100 %. (dwi maryati, sujianti, tri budiarti)
3. Kualitas vaksin
a. Cara pemberian, missal polio oral imunisasi lokal dan sistemik
b. Dosis vaksin
1. Tinggi mengehambat respon, menimbulkan efek samping
2. Rendah tidak merangsang sel imunokompeten.
b. Frekuensi pemberian
c. Ajuvan : zat yang meningkatkan respon imun terhadap Ag
d. Jenis vaksin. (dwi maryati, sujianti, tri budiarti).(Maryanti dwi)









Contoh daftar tilik

No

Langkah/Prosedur
Kasus
1
2
3
4
5
6
7
8
Persiapan alat








1
§  Vaksin BCG
§  Spuit dan jarum ukuran 1 cc suntikan BCG
§  Spuit dan jarum ukuran 3 cc oplosan steril
§  Kapas injeksi yang telah direndam dengan air matang
§  Bengkok
§  Handscone bersih
§  Bak instrumen kecil








Melarutkan vaksin








2
Cuci tangan 6 langkah dengan sabun dibawah air mengalir








3
Buka spuit 1 cc dan 3 cc, masukkan kedalam bak instrumen








4
Pasang handscone bersih








5
Ambil spuit 3 cc jarum oplos yang steril, spuit dan jarum ini digunakan untuk mengoplos bukan untuk suntikan








6
Bersihkan bagian luar flacon BCG dan pelarut dengan kapas yang telah dibasahi air DTT








7
Sedotkan pelarut sebanyak 1 cc kedalam spuit 3 cc








8
Ambil pelarut dalam spuit dan masukkan kedalam flakon vaksin BCG








9
Masukkan jarum kedalam flakon yang telah dibuka dengan spuit 1 cc








10
Pada waktu mengambil vaksin dilebihkan 1 dosis agar pada waktu membuang gelembung udara, jumlah vaksin menjadi 1 dosis








Mengatur posisi bayi








11
Pada saat memberikan vaksin BCG pada bayi, tidak perlukan pegangan yang terlalu kuat








12
bayi dipangku ibunya, pakaian yang menutupi lengan kanan atas supaya dibuka








13
Ambil spuit vaksin BCG








14
Tempat penyuntikan 1/3 bagian lengan atas (insertion muskulus deltoideus)








Cara penyuntikan BCG








15
Bersihkan lengan dengan kapas yang dibasahi dengan air bersih (jangan menggunakan alkohol/desinfeksi sebab akan merusak vaksin BCG)








16
Pegang lengan kanan bayi dengan tangan kiri sehingga :
§  Tangan kiri berada dibawah lengan bayi
§  Lingkaran jari-jari anda kelengan bayi dan kulit








17
Pegang spuit dengan tangan kanan, lubang jarum menghadap ke atas








18
Letakkan spuit dan jarum hampir sejajar dengan lengan kanan bayi








19
Masukkan ujung jarum kedalam kulit, usahakan sedikit mungkin melukai kulit.
§  Pertahankan jarum sejajar kulit, sehingga hanya masuk kedalam kulit bagian atas, juga lubang jarum menghadap keatas
§  Jangan menekan jarum terlalu dalam dan jangan mengarahkan ujung jarum terlalu menukik karena jarum akan masuk kebawah kulit. Hal ini mengakibatkan suntik menjadi subkutan bukan intrakutan








20
Letakkan ibu jari tangan diatas ujung barel. Pegang pangkal barel antara jari telunjuk dan jari tengah dan doronglah piston dengan ibu jari tangan kanan








21
Suntikkan 0,05 cc vaksin, cabut jarumnya. Pemberian BCG dengan tepat, ditandai dengan terbentuknya benjolan dikulit yang mendatar. (bening, pucat, dengan pori-pori mendatar)






























BAB V

PENUTUP

1.      Kesimpulan
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit.Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak.
Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.
Jadi pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk antibodi/antitoksin terhadap antigen, tidaklah terlalu kuat. Tubuh belum mempunyai “pengalaman” untuk mengatasinya. Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan berikutnya, tubuh anak sudah pandai membuat zat anti yang cukup tinggi. Dengan cara reaksi antigen-anibody, tubuh anak dengan kekuatan zat antinya dapat menghancurkan antigen atau kuman; berarti bahwa anak telah menjadi kebal (imun) terhadap penyakit tersebut. Dari uraian ini, yang terpenting ialah bahwa dengan imunisasi, anak anda terhindar dari ancaman penyakit yang ganas tanpa bantuan pengobatan.
1.      Saran
Jika dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan dan kesalahan, saya mohon maaf. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar dapat membuat makalah yang lebih baik di kemudian hari.







DAFTAR PUSTAKA

Ai Yeyeh Rukiyah.2012.asuhan neonates bayi dan anak balita.Jakarta:TIM
Donna L wong.2008.buku ajar keperawatan pediatrick wong.Jakarta:EGC
Nanny Lia Dewi,Vivian. 2013.asuhan neonates bayi dan anak balita.Jakarta: Salemba Medika
Dewi Vivian Nanny lia.2003.Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita.Jakarta: Salemba Medika
Muslihatun Wafi Nur.2010.Asuhan Neonatus Bayi Dann Balita.Yogyakarta:Fitramaya
Maryanti Dwi.2011.Buku Ajar Neonatus,Bayi Dan Balita.Cilacap:Trans Info Media



Tidak ada komentar:

Posting Komentar